Selasa, 18 Januari 2022

Pesugihan

Hidup miskin bukanlah sebuah pilihan. Siapa pun orangnya tidak akan ada yang mau untuk memilih hidup menjadi orang miskin. Nasib, barangkali itulah jawaban satu-satunya yang tepat. Siapa yang menginginkan hidup dengan serba kekurangan dan dalam kemiskinan, pastinya tak satu pun orang di dunia ini yang menginginkan semua itu. Jikalau diberi pilihan antara hidup miskin susah dan serba kekurangan dengan hidup kaya berlimpah harta serta semuanya serba ada sudah bisa dipastikan semua orang pasti akan memilih menjadi orang kaya serba ada dan yang pasti tidak pernah menginginkan hidup miskin dan serba kekurangan.

Kemiskinan sudah menjadi sebuah siklus kehidupan yang wajib dijalani oleh keluarga ini. Seorang laki-laki menghela nafas panjang dan berat. Laki-laki itu tidak tega melihat istrinya hanya memegang selembar uang ribuan saja. Ia tak berdaya. Untuk saat ini, hanya itu yang ia miliki. Wanita yang setia menemani laki-laki itu menatapnya dingin, dengan raut muka penuh kekhawatiran. Belum juga usai kebingungan mereka, tiba-tiba...

“Hilmaaannn .....!!!” Suara menggelegar terdengar dari luar rumah keluarga miskin tersebut. Laki-laki yang dipanggil ‘Hilman’ itu tergopoh-gopoh keluar dari rumah panggungnya.
“Ma-maaf ... Tu-tuan ... Aku ... Belum punya u-uangnya ...” Ucap Hilman terbata-bata sembari membungkuk-bungkukan badan di hadapan seorang pria setengah baya bersama dua orang bodyguard-nya. Mendengar ucapan Hilman tersebut membuat lelaki tengah baya itu geram. Ia mengerutkan dahinya kemudian mendekati Hilman.
“Kau bayar semua hutang-hutangmu Hilman...! Aku hanya memberimu waktu dua hari. Kalau kau tidak membayarnya, maka istrimu jadi jaminannya!” Ancam pria paruh baya tersebut dengan mengacung-acungkan tongkatnya ke wajah Hilman.
“Tidak...!!!” Teriak Hilman emosi dengan dahi berkerut.
“Cukup seminggu istrimu di ranjangku, hutang-hutangmu kuanggap lunas ... Ha ha ha ...!” Ucap laki-laki tengah baya itu melanjutkan ancamannya lalu berjalan meninggalkan Hilman sendiri.

Dengan lutut yang gemetaran, Hilman berusaha berjalan mendekati istrinya yang duduk di atas tikar lusuh dan rombeng yang di pangkuannya ada seorang anak perempuan sedang tertidur lelap. Sang istri menatap sendu pada suaminya sambil merasakan kesusahan di dalam hidupnya. Untuk beberapa saat hening, tak ada kata dan tak ada suara yang mampu keluar dari dalam mulut mereka. Tak lama, Hilman bangkit lalu berjalan keluar rumah dengan langkahnya yang sedikit terburu-buru.
Hilman bergerak setengah berlari menaiki sebuah bukit yang panjang dan terjal. Sebuah bukit yang agak tandus dan ditumbuhi semak-semak dan pohon bambu. Langkah-langkah kakinya begitu ringan ketika berjalan menuju menyusuri jalan setapak yang di samping kirinya berupa jurang yang cukup dalam. Hilman tidak menghiraukan badannya yang sudah basah kuyup oleh air keringat, yang ada di pikirannya hanya satu yaitu segera sampai di rumah tua itu.

Akhirnya kaki Hilman menapak di halaman sebuah rumah tua yang letaknya tepat di puncak bukit yang baru saja ia lalui. Perlahan laki-laki itu mendekati pintu rumah tua tersebut. Belum juga sampai, suara dari belakangnya membuat Hilman berhenti melangkah.

“Ada apa, cu ...!” Sebuah suara tua merayap ke telinga Hilman. Langsung saja ia menoleh ke belakang.
“Ki ... Aku mau ke goa itu ...” Ungkap Hilman.
“Kamu mau melakukan pesugihan ...” Kata si kakek tua yang ternyata seorang juru kunci Goa Nandis, sebuah goa yang cukup dikenal penduduk sekitar sebagai goa pesugihan.
“Iya ki ...” Jawab Hilman sembari mengikuti si juru kunci duduk du bale-bale rumah tuanya.
“Anak muda ... Pikirkan dulu masak-masak sebelum mengambil keputusan ...” Saran sang juru kunci seraya memegang paha Hilman lembut.
“Aku terdesak, Ki ... Tak ada jalan lain lagi ...” Ungkap laki-laki yang tengah dilanda frustasi tersebut.

Sebelum melakukan itu, si juru kunci mengingatkan Hilman akan semua konsekuensi yang harus diterimanya. Kakek tua itu mengatakan bahwa Hilman masih dapat mundur saat itu seandainya ia masih ragu-ragu. Merasa kepalang tanggung, Hilman tetap menyanggupinya. Ia pun menjalani ritual yang disiapkan oleh si juru kunci untuk melakukan perjanjian dengan Zalanbur.

Zalanbur adalah seorang jin tingkat tinggi yang memiliki kesaktian mandraguna. Usianya telah mencapai ribuan tahun. Berbagai macam manusia dari puluhan generasi sudah pernah ditemuinya. Ia hidup di tengah hutan Sarawang bersama para pengikutnya. Pengikutnya berasal dari berbagai golongan makhluk halus dan hewan liar yang hidup di hutan itu. Ia tak akan membantu sembarang orang. Syarat yang ditetapkannya pun sangat berat.

Sudah tak dapat ditahan lagi, niat dan tekad Hilman sudah sangat buat. Ki juru kunci pun kemudian mengantar Hilman menuju Goa Nandis. Tak lama berselang kedua orang itu sudah memasuki goa pesugihan. Ritual pun dilakukan. Saat melakukan ritual di dalam gua, Hilman pun berkesempatan untuk bertatap muka dengan Zalanbur.

Badan Zalanbur berwujud manusia. Tubuhnya yang jangkung tampak tegap didukung oleh badannya yang kekar dan berwarna gelap kemerahan. Wajahnya berbentuk segitiga dengan ujung dagu yang sangat lancip. Kedua matanya tajam dan berwarna merah. Sepasang tanduk besar menyerupai tanduk kambing jantan menghiasi kepalanya yang berambut panjang. Hilman bergidik melihat penampakan jin tua yang mengerikan itu.
“Hai manusia ... Ceritakan apa yang kau mau ...! Suara jin tua itu terdengar menggema di dalam gua.
“A..a..ku ingin mendapatkan kekayaan, Tuan...” Kata Hilman terbata-bata. Mata Zalanbur yang tajam menatap dalam-dalam pada Hilman yang agak merinding.
“Kau tahu apa syaratnya?” Tanya Zalanbur.
“Apa itu, Tuan?” Tanya Hilman gemetar. “Aku akan menyanggupinya…” Lanjut Hilman.
“Setiap bulan purnama kau harus mempersembahkan mayat bayi yang baru saja dikuburkan…” Ucap Zalanbur. Hilman Terdiam. “Jika kau lalai…. Bukan hanya kekayaanmu yang akan kutarik kembali… Melainkan juga orang yang sangat kausayangi akan kuambil….” Zalanbur menutup penjelasannya yang singkat.
“Baiklah, Tuan…” Jawab Hilman yang sudah gelap matanya menyanggupi.

Maka terjadilah pengikatan perjanjian antara Zalanbur dengan Hilman. Sepersekian detik setelah selesai pengikatan perjanjian, Hilman mendapat bongkahan emas, tentu saja ia memekik kegirangan. Zalanbur berkata kalau sebagian dari emas itu harus dijadikan modal usaha. Zalanbur memberikan wejangan kepada Hilman sebelum akhirnya lenyap tanpa bekas.

Hilman pun segera keluar dari dalam goa kemudian pamit kepada sang juru kunci. Laki-laki itu berlari menuruni bukit dengan langkah pasti. Hampir satu jam lebih, kakinya menginjak rumahnya. Ia ceritakan pengalaman hari tadi pada sang istri. Si istri hanya tersenyum namun senyumannya itu senyuman kegetiran.

Singkat cerita, Hilman pun terlepas dari jeratan hutang-hutang kepada beberapa orang serta membuka warung dan bengkel. Usahanya ternyata maju sehingga dalam waktu singkat Hilman menjadi pengusaha yang sangat sukses. Kehidupan ekonomi mereka pun semakin membaik. Sementara itu, setiap menjelang bulan purnama, Hilman memiliki kebiasaan baru. Ia akan mendatangi kuburan dan menggali makam bayi yang baru saja dikuburkan. Jasad bayi yang masih baru itu lalu dipersembahkannya kepada Zalanbur sebagai tumbal.

Bulan demi bulan pun berlalu. Semakin lama Hilman pun semakin merasa sulit untuk memenuhi janjinya kepada Zalanbur. Bukan saja ia harus mencari mayat bayi ke daerah yang semakin jauh, penduduk pun mulai resah dan curiga dengan maraknya penggalian kuburan bayi yang baru meninggal. Akibatnya, keamanan pun semakin diperketat. Ruang gerak Hilman pun semakin terbatas. Sampai suatu ketika, Hilman akhirnya gagal memenuhi janji pesugihannya pada Zalanbur tepat pada malam bulan purnama yang ke dua puluh tiga sejak perjanjiannya.

----- Milf_Love -----

PART 1

Saat itu sudah lewat tengah malam. Hilman merasa sangat gelisah karena tahu akan terjadi sesuatu. Leni yang saat itu sedang di sampingnya juga turut gelisah. Wanita itu baru saja selesai menyusui anaknya yang sempat terbangun beberapa waktu yang lalu. Pasangan suami istri tersebut menunggu di ruangan khusus di rumahnya sampai Zalanbur tiba. Tak lama berselang, tanpa ada tanda apa pun, Zalanbur tiba-tiba muncul diikuti oleh para pengikutnya. Walau sudah menduga hal itu, Hilman dan Leni tetap saja merasa terkejut.

“Hilman ... Kau tahu apa yang telah kau lalaikan malam ini?” Suara Zalanbur terdengar menggema di tengah malam yang hening. Hilman hanya diam dengan tubuh gemetar dan tegang.

“Kalau kau tak mampu memenuhi janjimu dalam pesugihan ini, aku sudah mengatakannya dengan jelas apa yang harus kau bayar… Aku akan mengambil nyawa anakmu sebagai tumbal… Atau aku akan mengambil istrimu untuk menjadi budakku di alam gaib sana… sebagai ganti atas semua kekayaan yang telah kuberikan padamu…” Kata jin tua itu mengingatkan. Leni yang terkejut mendapati kenyataan itu tentu saja tak merelakan nyawa anak kesayangannya diambil oleh Zalanbur.

“Baiklah, sekarang aku akan mengambil anakmu…” Kata Zalanbur sambil melangkah mendekati ranjang tempat anak Hilman dan Leni yang sedang tidur. Leni sangat terkejut mendapati kenyataan anaknya akan diambil secara paksa. Dihalanginya jin tua yang besar itu dalam langkahnya menuju ranjang. Naluri keibuannya untuk melindungi anaknya serta merta muncul.

“Aku tak rela nyawa anakku hilang demi melunasi hutangmu…” tegas wanita itu sambil memandang suaminya. “Biar aku saja yang ikut dia untuk menebusnya…” Sejenak setelah mengucapkan kata-kata itu, Leni sempat terkejut. Bagaimana bisa ia membuat keputusan seperti itu? Keputusan yang spontan dikeluarkannya untuk melindungi jiwa putrinya. Dalam hati ia sebetulnya sangat khawatir akan nasibnya jika mengikuti setan itu. Bagaimanapun, saat itu ia tak melihat cara lain sebagai jalan keluarnya.

“Baiklah, tak masalah bagiku ...” Kata Zalanbur sambil memeluk bahu Leni yang ada di dekatnya. “Anakmu atau istrimu, salah satu saja…. Sudah cukup bagiku…” Lanjut Zalanbur. Sementara Hilman tak mampu berkata apa-apa. Mulutnya serasa terkunci.

Zalanbur lalu melucuti seluruh pakaian Leni. Wanita itu sama sekali tak menolak apalagi meronta. Leni tak tahu mengapa ia tak melawan saat direndahkan dan dilecehkan seperti itu. Apakah ia berada di bawah pengaruh hipnotis? Sementara Hilman hanya bisa memandangi peristiwa itu tanpa daya sama sekali. Begitu istrinya telah bugil, ia melihat Zalanbur mengeluarkan seuntai rantai yang besar lalu mengalungkannya ke leher wanita cantik itu. Siluman sakti itu kemudian menyerahkan rantai itu kepada ajudannya yang setia.

Entah dari mana datangnya, segumpal asap yang tebal tiba-tiba muncul memenuhi ruangan. Zalanbur pun berjalan menembus asap itu. Diikuti oleh sang ajudan yang menuntun istrinya, menghilang ditelan kegelapan. Hilman hanya bisa memandang seluruh kejadian itu sambil menangis. Kedua kakinya benar-benar kaku tak bisa digerakkan. Sekujur badannya gemetar menahan perasaan takut, geram, dan tak berdaya yang bercampur aduk. Beban yang demikian beratnya membuatnya terjatuh. Perlahan-lahan asap pun menghilang tanpa bekas. Sama seperti istrinya yang raib dibawa Zalanbur, pandangannya pun menjadi gelap. Ia pun pingsan tak sadarkan diri.
----- ooo -----
Leni memulai kehidupan barunya di alam siluman. Setelah melalui asap tebal yang mengantarkannya meninggalkan alam manusia, sampailah ia di kediaman siluman tua itu. Tempat tinggal Zalanbur ada di tengah-tengah hutan. Hutan yang aneh dalam pandangannya sebagai manusia. Semua tumbuhan dan hewan yang ada di situ tak pernah dijumpainya di alam manusia. Semuanya dari jenis yang berbeda.

Istana Zalanbur terbuat dari batu pualam dan menyatu dengan sebuah pohon besar yang dikelilingi oleh sepetak lapangan yang agak luas. Lapangan yang merupakan pekarangan rumah itu menjadi pemisah antara istana dengan hutan lebat yang mengitarinya. Zalanbur membawa Leni berkeliling meninjau istananya yang megah dan pekarangan di sekelilingnya. Dijelaskannya satu per satu tugas yang akan menjadi kewajibannya sehari-hari. Dengan penuh perhatian wanita itu menyimak setiap penjelasan dan instruksi dari tuan barunya. Dengan hati yang berdebar-debar ia menunggu-nunggu sesuatu dari penjelasan siluman tua itu. Sampai Zalanbur selesai menjelaskan, apa yang ditunggunya dengan harap-harap cemas ternyata tak juga keluar.

Jelas bahwa Zalanbur sama sekali tak berniat untuk ‘menyentuhnya’. Padahal Leni tadinya mengira ia juga harus melayani siluman itu di tempat tidur. Wajar saja jika ia mengira demikian. Saat ia diambil dari suaminya, Zalanbur telah melucutinya hingga bugil. Begitu pula saat memberikan penjelasan, Zalanbur telah menegaskan padanya bahwa ia tak diperkenankan mengenakan sehelai kain pun untuk menutupi tubuhnya selama berada di alam gaib itu. Suasana yang dibangun memang seolah mengarahkannya untuk menjadi seorang pelayan seks. Nyatanya ia hanya harus melayani Zalanbur seperti seorang pembantu rumah tangga. Ia tiap hari harus memasak makanan untuk Zalanbur, membersihkan rumahnya, mencuci pakaiannya, menyiapkan segala peralatan dan kebutuhan sehari-harinya, tetapi tidak melayani nafsu birahinya

Seolah bisa membaca pikiran wanita itu, Zalanbur menceritakan penyebabnya. Rupanya siluman tua itu sedang menjalani ritual tertentu yang tidak memungkinkannya untuk melakukan hubungan seks sama sekali selama rentang waktu tertentu. Sejenak Leni menarik nafas lega. Memang sejak dibawa oleh Zalanbur ia telah mengantisipasi jika dirinya akan dijadikan sebagai pelayan seks. Toh ia tetap merasa gentar juga saat semakin sering berdekatan dengan Zalanbur dan dapat melihat ukuran penisnya. Alat kelamin itu menggelantung-gelantung seperti belalai gajah di balik kain tipis yang menutupi pangkal pahanya.
----- ooo -----

Zalanbur terlihat sedang duduk santai di singgasananya yang nyaman, seorang diri, di samping perapian yang kobaran apinya cukup memekakkan telinga manusia biasa. Namun kesendiriannya terusik oleh ajudan setianya yang masuk ke ruangan Zalanbur. Mata Zalanbur melebar sembari menegakkan duduknya menunggu sang ajudan tiba di hadapannya.

“Tuanku ...” Ucap Ranggawelang, sang ajudan, pada majikannya sembari membungkukan badannya.
“Ada apa Ranggawelang?” Jawab Zalanbur dengan suara kerasnya.
“Mohon ijinkan hambar untuk menggauli Leni ... Hamba menyukainya ...” Ungkap Ranggawelang tanpa tendeng aling-aling, langsung ke inti permasalahan.
“Ha ha ha ... Sejak kapan kau suka manusia?” Zalanbur tertawa terbahak-bahak.
“Sejak hamba melihatnya, tuanku ...” Jujur Ranggawelang.

Zalanbur termenung sejenak sambil menatap tajam ajudannya yang sedang bersimpuh di hadapannya. Zalanbur rupanya menyadari sosok wanita yang dibawanya itu benar-benar cantik dengan postur tubuh yang sangat indah. Sangat mubazir jika tidak dimanfaatkan. Dengan demikian, bukan berarti Leni benar-benar bebas dari kewajiban yang berhubungan dengan seks, karena ternyata Zalanbur akhirnya menghadiahkan Leni kepada ajudan setianya.

Bukan kepalang bahagianya hati Ranggawelang. Setelah menyembah beberapa kali kepada tuannya, siluman itu langsung mundur dari tempat Zalanbur. Ranggawelang menghampiri Leni yang sejak tadi memang sudah berada di ruangan Zalanbur dan mendengar semua yang baru saja terjadi. Sebagai budak ia hanya bisa meminta belas kasihan dengan airmata yang mengalir ketakutan, namun hal itu perbuatan yang sia-sia belaka.

Ranggawelang menarik tangan Leni secara paksa dan wanita itu pun hanya bisa menyerah, mengikuti tarikan Ranggawelang menuju ruangannya. Leni lagi-lagi harus pasrah saat tubuhnya didorong terjatuh di atas tempat tidur empuk beralaskan sutra. Mata wanita itu menyipit tatkala melihat senjata pusaka Ranggawelang yang besar bergelantungan di selangkangannya.

“Kau sekarang menjadi milikku ....!” Geram Ranggawelang sembari bergerak ke arah Leni yang sudah terlentang tak berdaya. Ranggawelang merangkak menaiki tubuh Leni. Siluman itu mencium bibirnya sedikit kasar. Membuat Leni hampir tidak bisa mengikuti alur bibir dan lidahnya yang bergerak menghisap bibirnya. Ranggawelang sangat mendominasi.

“Se-sebentar tuan ...” Lirih Leni.
“Ada apa?” Tanga Ranggawelang.
“Se-sebelum mengga-gauliku ... Bo-bolehkah a-aku meminta sesuatu ...?” Pinta Leni sangat memelas.
“Katakan!” Jawab Ranggawelang sambil menatap tajam mata wanita di bawahnya.
“Bi-bisakah tuan berubah wujud men-menjadi manusia?” Ucap Leni. Belum juga bibirnya kering, Ranggawelang tiba-tiba berubah wujud menjadi manusia.
“Seperti ini!” Ucap Ranggawelang yang wujud aslinya adalah mirip seekor kera kini berubah wujud menjadi seorang manusia yang sangat tampan. Leni menganggukan kepalanya sembari tersenyum tersipu malu.

Leni agak terkejut saat Ranggawelang kembali menciumnya sambil menggesek-gesekan penis besarnya ke wanita yang memiliki tubuh montok di bawahnya. Mulut Ranggawelang terus meluncur ke bawah menciumi leher lalu buah dada Leni yang besar disertai dengan hembusan nafas tepat di payudara itu. Membuat puting payudara Leni perlahan menegang. Dan semakin menegang ketika bibir dan lidah Ranggawelang menghisap, menjilat, serta tangannya yang nakal meremas payudara sintalnya.

“Aaaahh... Nnnhhh….” Leni memejamkan mata dan mulai mendesah ketika bibir makhluk di atasnya semakin turun menyusuri perut hingga ke daerah tersensitifnya yang sudah basah. Sesungguhnya Leni pun merasa heran atas dirinya sendiri karena secara tiba-tiba ia sangat menikmati perlakuan Ranggawelang terhadap tubuhnya. Wanita itu tak mampu menahan gelombang birahi yang merasuki jiwanya yang datang sangat cepat.

“Bahkan aku belum menyentuhnya dan kau sudah sangat basah, sayang…” Ucap Ranggawelang masih dengan hembusan nafas beratnya.

“Ka-kau yang membuatku… basah ... aaacchhh…!” Leni tidak sanggup melanjutkan kalimatnya ketika Ranggawelang mulai menghisap kelentitnya dengan sangat kuat. Reflek paha wanita itu terbuka lebar.

“Clkh… Mmhh… Slrrpp…” Ranggawelang dengan libido silumannya yang sudah memuncak terus menjilat-jilat vagina Leni dan menghisap cairan yang keluar dari lubang mungil itu. “Slrrpp… aahh…”

“Nnnhh… Ooooohhh…” Leni merasa seperti melayang. Lidah hangat Ranggawelang kini tengah bermain-main di area lubangnya. “Clk… Slrrpp… clkhh…!”

“A-aaku… ungh… aaacchhhhh....!” Lagi, Leni tidak sanggup melanjutkan kalimatnya ketika ia rasa orgasme pertamanya menyerang secara mendadak.

“Bluurrr ....!” Dan benar saja, cairannya muncrat dan meleleh di lidah Ranggawelang dan dapat Leni lihat makhluk itu malah keenakan menyedot cairan cintanya langsung dari lubang vaginanya yang berkedut nikmat.

Beberapa saat berselang, Ranggawelang merayap tepat di atas tubuhnya, menatap mata Leni yang telah sayu dan horny. Terlihat sangat seksi. Dengan lembut Ranggawelang mencium keningnya. Selanjutnya tangan Ranggawelang menuntun kakinya untuk menekuk, membuat kejantanan makhluk itu yang sudah tegang dipaksa untuk masuk ke dalam lubang kewanitaan Leni yang sangat sempit dan semakin tenggelam menyentuh titik kenikmatan wanita itu.

“Aaaaahhhh ....” Lenguh Ranggawelang yang merasakan penis besarnya terjepit lobang sempit milik Leni. Sementara wanita yang vaginanya terasa dibelah, hanya memejamkan mata erat dengan mulut menganga lebar. Leni meringis kecil ketika Ranggawelang mulai menggerakkan tubuhnya, menyentuh titik kenikmatan Leni berkali-kali. Lama kelamaan si cantik mulai mengerang, bahkan memohon kepadanya agar bergerak lebih cepat.

“Aahh ... aahh ... aahh ... aahh ...!” Leni mengerang-ngerang tatkala kejantanan itu menusuk-nusuk dirinya.

Ranggawelang bergerak dengan begitu liar di atas tubuhnya. Tapi aneh ketika ia rasakan penis besar itu sudah benar-benar tegang tapi belum mencapai puncak untuk ‘keluar’ sedari tadi. Leni terus merintih mengerang bahkan mengejang-ngejangkan tubuhnya. Leni tidak bisa melukiskan betapa nikmatnya perasaannya saat itu. Tubuhnya terasa seringan kapas jiwanya serasa diombang ambing di dalam lautan kenikmatan yang maha luas.

Dengan tiba-tiba Ranggawelang menarik tubuh Leni untuk bangun, dan memangku tubuh indah itu di atas tubuhnya. Dengan posisi perempuan di atas seperti ini, Leni serasa bagian bawahnya benar-benar terbelah dua. Rasanya sakit dan mengganjal tetapi nikmat dalam saat bersamaan karena penis besar milik Ranggawelang tertanam sepenuhnya dalam vagina ketatnya. Leni yang sudah kalap mencurahkan seluruh tenaga dengan memutar menggenjot bahkan menekan keras sekali pantatnya, kali ini dia yang berubah menjadi ganas dan jalang, bagaikan kuda betina liar dia putar pinggulnya dan bagai penari perut meliuk meliuk begitu cepat.

“Aaahhh... aaahhh... aaahhh...!!!” Racau Leni berkali-kali saat kejantanan Ranggawelang tepat mengenai titik manisnya. Wanita itu menggeleng tak berdaya saat Ranggawelang juga ikut menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah menggenjot tubuh Leni.

“Ngghhh…. nnhh...” Desahan Leni tertahan. Wajahnya memerah dan matanya terpejam, terlihat sangat menikmati permainan mereka berdua.

“Berbaliklah sayang… aahh…” Ucap Ranggawelang tiba-tiba. Ranggawelang membalik tubuh Leni tanpa melepaskan kejantanannya yang masih berada di lubang ketat si wanita. Hingga kini posisi Leni membelakangi Ranggawelang, dan dapat mahkluk itu melihat dengan jelas vagina merah muda yang masih mengurut penis besarnya.

“Aaaaacckkkk..!!” Sangat sakit tapi enak. Leni langsung memekik kenikmatan saat Ranggawelang memberikan hentakan pertamanya pada posisi ini.

Ranggawelang menyodokkan kejantanannya keluar masuk lubang itu dengan sangat cepat dan kasar, tangan kirinya ia gunakan untuk memegangi pinggul Leni dan tangan kanannya meraba ke depan untuk memberi sentuhan dan remasan bagi payudara Leni yang menggantung indah.

“Aahh… aahhh… nghh… Mmhh…. Aaahhh...!” Racau wanita itu tanpa henti.

“Eemmhh... aakh kau sempit sekaliih….” Balas Ranggawelang.

“PLAK...!” Ranggawelang menampar bokong Leni saat wanita itu sengaja mengetatkan lubangnya hingga penis besar Ranggawelang lebih terjepit.

“Aaaahhhh… Aaakuuu... akan keluar...hh sayaang… nghh… Aaaaaccckkkk!!!” Leni memekik menyambut orgasmenya sementara itu Ranggawelang semakin menambah kecepatan sodokannya hingga ....

“Croott .... Crooottt .... Crooottt .... Crooottt ....!”

“AARGHH…!!!” Pelepasan Ranggawelang yang panjang dapat Leni rasakan saat cairan sperma mahkluk itu keluar dan muncrat di dalam tubuhnya. Nafas mereka saling memburu, keringat mereka bercampur menjadi satu. Vagina Leni berkedut menerima cairan Ranggawelang yang sangat banyak meleleh di dalam. “Aaaahhhh…” desahnya pasrah.

----- Milf_Love -----

Dengan demikian ajudan setia Zalanbur lah yang akhirnya ketiban untung mendapatkan Leni. Itu pun sebenarnya sudah lebih dari cukup bagi Leni. Sudah jadi pengetahuan umum, birahi siluman lebih tinggi frekuensinya daripada seorang manusia. Belakangan Leni belajar bahwa lima kali hubungan seks adalah jatah minimal yang harus diberikannya kepada pasangannya itu tiap harinya. Leni pun jelas harus bersusah payah beradaptasi dengan kebiasaan itu. Dulu saat masih di alam manusia, tidak setiap hari ia harus melayani suaminya. Sekarang dengan frekuensi hubungan seks minimal lima kali sehari, Leni biasanya hanya dapat ikut menikmati sampai hubungan yang kedua atau ketiga. Selebihnya, dirasakannya semata-mata untuk memenuhi kewajibannya melayani birahi pasangannya itu.