Minggu, 09 September 2018

air susu buatan

Dengan telihat sedikit antusias Kara bercerita, dalam beberapa hal kondisi desa sekarang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan saat kami tinggal pergi merantau dulu. Semua berawal dari sebuah penelitian yg melakukan riset untuk mencari tau lebih jauh potensi khasiat dari salah satu buah yg tumbuh subur dan menjadi ciri khas tersendiri bagi desa ini. Setelah melalui proses serta campuran akar tumbuh-tumbuhan tertentu, ternyata ekstrak dari seluruh komposisi tersebut menghasilkan suatu ramuan yg efektif meningkatkan produksi hormon testosteron peminumnya. Dimana hormon tersebut bekerja melebarkan pembuluh darah dalam tubuh, termasuk pembuluh darah pada penis. Hal inilah yg ternyata terbukti efektif dapat memperbesar penis tanpa membutuhkan proses dan waktu yg lama.

“Ooooooo gitu……” Jawabku seadanya berusaha memahami penjelasan Kara yg sok ilmiah itu.

“Tapi ati-ati Rin, ada efek sampingnya juga loh” lanjut Kara.

“Kenapa emangnya Kar, bukannya hasilnya udah terbukti gitu………” Tanyaku lagi.

“Ya tetep ada efeknya lah Rin. Tuh liat aja cewe sini, jalannya jadi pada ngangkang semua hahaha” Ujar Kara bercanda.

“Yeeee dasar, udah ah gue mau mandi dulu. Eh Kar, kali yg biasa tempat kita mandi dulu masih bisa dibuat mandi ga tuh. Gue kangen deh………..”

“Oh kali toge maksud lo, coba aja kesana. Kalo pagi sih mungkin masih sepi, tapi kalo sore….beuuuh rame banget” Jelasnya.

“Loh ada apaan emang Kar ko rame, biasanya pagi siang sore juga disana sepi mulu kayanya”

“Nah makanya dengerin gue dulu………”

Kembali Kara bercerita, kali ini mengenai sebuah sungai kecil yg terletak tidak jauh dari tempat kami. Dulu memang aku sempat tau di beberapa titik sepanjang sungai tersebut terdapat goa-goa yg sering digunakan oleh para pencari pesugihan untuk melakukan ritual di dalamnya. Sekarang, entah sejak kapan tepatnya berita tentang mitos itu beredar, namun banyak warga bahkan dari desa seberang terutama para kaum hawa yg datang untuk mandi di sungai tersebut. Mungkin mereka percaya dengan adanya mitos yg baru beredar bahwa dengan menceburkan diri ke dalam sungai tersebut secara rutin bisa memperindah tubuh mereka dan tentu mengencangkan kulit yg mulai keriput. Meskipun belum ada satu pun warga yg membuktikan mitos itu, namun nyatanya sungai tersebut tetap ramai dikunjungi terutama pada saat sore hari karena air yg mengalir sudah tidak terlalu dingin.

“Ooooooo gitu……” Jawabku setengah percaya dengan cerita Kara.

“Ah dasar lo dari dulu tetap aja oneng diajak ngomong ah oh ah oh doang. Udah ah gue mau masak dulu” Omelnya dengan nada bercanda.

Usai Kara pergi ke dapur aku lalu menuju ke kamarku untuk berganti baju. Kali ini sengaja aku memakai tanktop polos agar lebih simpel saat aku pakai untuk mandi di sungai nanti. Berhubung belum lengkap cerita seks tanpa penggambaran tubuh aktor utamanya maka sebab itu sejenak aku memperhatikan tubuhku sendiri di depan cermin yg terdapat di kamar ini.

Aku sangat bersyukur bisa memiliki tubuh yg kumiliki sekarang, sangat pas, tidak terlalu gemuk ataupun kurus. Banyak teman wanitaku yg jujur kalau mereka iri dengan tubuhku. Aku pun memahami mereka, karena aku sadar ada beberapa bagian tubuhku yg bisa dibilang lebih dari apa yg ada pada tubuh mereka. Ya, apalagi kalau bukan bagian payudara. Aku biasa mengenakan bh berukuran 36C atau bahkan 38B agar tidak terlalu sesak ketika sedang bersantai di rumah. Memang payudaraku termasuk besar namun tidak seperti payudara besar lain yg terkesan kendur seperti balon berisi air. Setelah mulai memasuki masa puberku dulu, payudaraku tidak hanya membesar namun kulitnya pun ikut mengencang. Mungkin tetap bisa dianalogikan seperti balon berisi air, hanya saja mungkin lebih tepatnya seperti balon berisi air yg sangat penuh sampai akan meletus. Saking kencangnya, payudaraku sampai tidak kehilangan bentuk ketika aku melepas bh yg biasa kugunakan untuk menyanggah kedua bongkahan daging tersebut. Tidak hanya itu, kalian tau areola? Yap, aku memiliki lingkar puting yg cukup besar, yg selalu membuat Mas Bayu bertambah gemas saat sedang menyusu padaku.


[​IMG]
Tidak hanya itu, dulu aku juga rutin melakukan squat saat aku masih berlangganan fitness di salah satu pusat kebugaran di Ibukota. Gerakan squat yg berfokus pada pembentukan pinggul itu pun ternyata cukup efektif membuat bagian bokongku tampak kencang membulat dan terkesan terangkat. Bahkan semakin membulat ketika aku mengenakan higheels ketika dalam acara resmi.

“Karrrrrr, gue ke kali dulu yaaaa” Teriakku pada Kara yg sedang asik memasak di dapur.

[​IMG]
Tanpa menunggu balasan Kara aku pun segera pergi berjalan menuju ke sebuah sungai tujuanku itu. Sepanjang perjalanan aku menikmati suasana desa yg masih segar ini. Membuatku melupakan tentang masalahku dengan Mas Bayu. Hmmmm Mas Bayu lagi, batinku. Sampai sekarang aku masih belum bisa memaafkan perkataan Mas Bayu yg begitu menyayat hati itu. Bahkan aku selalu berusaha untuk menghapus bayang Mas Bayu di pikiranku.
[​IMG]
Namun ingatanku atas masalah itu pun lantas sirna ketika mataku disajikan pemandangan sungai yg menjadi tujuanku. Indah sekali, masih bersih dan hijau tidak seperti sungai-sungai di Jakarta yg pasti sudah dipenuhi sampah rumah tangga. Aku lalu melanjutkan menuruni pinggiran sungai tersebut untuk menuju ke pinggirnya.

Dingin banget, batinku saat mencelupkan ujung kakiku ke air sungai yg mengalir itu. Untung saja hujan tadi malam tidak terlalu membuat debit air sungai ini meningkat, sehingga aku masih bisa menginjakan kakiku ke dasar sungai yg masih sebatas pahaku. Dengan telah mengenakan celana pendek yg sebelumnya telah aku rangkap dengan celana panjangku, aku lalu mulai membenamkan badanku menikmati aliran sungai ini.

Aliran sungai yg mengalir dingin melewati tubuhku ini begitu menentramkan hati. Dengan mata terpejam sambil menikmati pohon rimbun di atasku yg memberi bayangan peneduh, tanpa sadar telah membawa tubuhku telah berada sedikit lebih jauh ke bagian tengah sungai itu. Untungnya aku langsung terbangun ketika pundakku menabrak batu yg berada di dekatku.

“Loh ngapain mereka…….” Batinku ketika melihat segerombolan anak kecil yg membawa pergi barangku yg kutinggalkan di pinggir sungai.

“Eh heiiiii jangan dibawa! Berhenti!” Teriakku pada anak-anak tersebut yg tentu mereka acuhkan dan tetap berlari pergi membawa tas berisi handuk dan pakaian gantiku.

“Sialan! Apes banget sih aku………” Batinku kesal.

Dengan hati yg dongkol aku kembali menuju ke tepi dan duduk berpikir bagaimana caraku kembali ke rumah Kara. Tentu tidak mungkin jika aku harus berjalan kaki dengan pakaian minim yg basah seperti ini. Namun untungnya saja dewi fortuna tetap berpihak padaku kali ini.

“Ini tas kamu bukan………..” Tanya seorang lelaki yg tiba-tiba muncul mengagetkanku dari belakang.

“Loh…….iya bener itu tas aku. Tadi dibawa anak-anak iseng, makasih ya” Jelasku singkat sambil menutupi belahan dadaku dengan tangan.

“Eh sebentar, kamu bukannya Rina ya” Lanjut pria itu setelah melihatku berbalik.

“Emmm iya bener aku Rina. Kamu siapa, maaf aku agak lupa udah lama ga kesini soalnya” Sanggahku.

“Aku Ode…..eh sorry, maksudku Bimo. Dulu kayanya kita sering main bareng deh waktu kecil”

“Serius Bimo! Ya ampun bisa kebetulan banget ya”

“Iya lah beneran aku, masa boong. Kamu ngapain sendirian disini Rin? Pangling aku liat kamu sekarang” Lanjutnya ramah.

“Emmm gapapa Bim, kangen masa kecil aja hihi kamu sendiri ngapain disini?” Tanyaku balik.

“Aku lagi dapet cuti nih, makanya sempetin pulang ke rumah. Biasa anak mami haha”

“Oh Bapak Ibu di rumah ya Bim? Apa kabar mereka? Udah lama ga ketemu”

“Ada ko di rumah, mampir yuk. Mereka pasti kaget deh liat kamu” Tawarnya.

“Boleh deh, sekalian numpang ganti baju yah hihi”

Dengan handuk yg aku sampirkan di pundak, aku mengikuti Bimo menuju ke rumah kedua orang tuanya yg kebetulan tidak terlalu jauh dari sungai tersebut. Selama berjalan aku pun hanya mendengarkan dia bercerita dan sesekali menjawab jika dia menanyakanku, wajar saja karena cukup lama kami tidak bertemu. Kuketahui, Bimo adalah seorang pasukan khusus dan sedang mendapat cuti selama 3 hari yg ia habiskan untuk pulang ke rumah asalnya. Jadi perawakannya sekarang pun memang terlihat sesuai dengan statusnya sebagai seorang prajurit, sudah berbeda jauh dengan saat dulu terakhir kami bertemu. Bimo memiliki badan yg tinggi dan tegap mirip dengan badan Mas Aji yg sempat aku perhatikan semalam, hanya saja otot-otot Bimo lebih terlihat apalagi ditambah dengan dadanya yg membusung gagah. Juga mungkin karena terlalu sering berada di lapangan membuat kulitnya terlihat lebih gelap, namun menurutku hal itu justru menambah penampilannya semakin seksi. Jauh berbeda dengan Mas Bayu suamiku yg sekarang semakin membuncit.

“Buuuuu, Paaaaak, ada tamu nih………” Seru Bimo sesampainya kami di rumahnya.

“Eh ya ampun, kamu kan……..Rina ya” Sapa Bu Rahmi, wanita paruh baya itu dengan sebelumnya mencoba mengingatku.

“Halo Bu apa kabarnya, lama ga ketemu yah” Sapaku denga cipika cipiki.

“Ya syukur lah Bapak Ibu sehat, kamu sendiri gimana? Udah gede tambah cantik aja sih. Eh tapi Bapak masih ke kota belanja buat persiapan nanti malam, nanti juga balik ko”

“Baik Bu. Udah gapapa Bu, ini juga kebetulan tadi ketemu Bimo pas lagi di sungai. Jadi sekalian aja mampir silahturahmi”

“Oh gitu, yaudah Ibu tinggal ke belakang dulu ya takut gosong tempenya. Bim kamu temenin dulu yah” Kata Ibu yg kemudian meninggalkanku di teras depan rumahnya.

Tidak lama Bimo muncul membawakan segelas teh untukku. Entah apa yg sedang ada dalam pikirannya, tapi aku lihat hanya senyum kecil selalu terbentuk di wajahnya ketika melihatku.

“Kenapa sih Bim daritadi cengar cengir aja, mau ngeledek nih pasti…….” Tanyaku dengan nada sensi.

“Hehe ga ko, cuma inget jaman dulu aja. Pas kamu masih kurus item dekil hahaha” Tawanya lepas menggodaku.

“Sialan, tapi sekarang udah cantik kan…..huuuuuuw” Aku mencubit perutnya yg terasa keras, yg masih cekikikan menertawaiku.

“Eh Bim, emang nanti ada acara apa? Tadi katanya persiapan buat nanti malam” Lanjutku.

“Oh itu, biasa. Emang Bapak Ibu biasanya ngadain syukuran kecil-kecilan kalo aku sempet pulang ke rumah. Namanya juga jarang pulang Rin, itu pun kalo aku pulang masih hidup hehe” Jelasnya.

“Hussh ngomongmu tuh………..terus tadi kamu ko bilang nama kamu Ode sih, itu nama lapangan? Artinya apa?”

“Ya semacam itu lah, artinya………rahasia dong haha mau tau banget nih? Hehe nanti kalo beruntung juga kamu tau maksudnya apa” Jelasnya yg masih membuatku penasaran.

“Yeeeeeeee minta banget dikepoin banget sih kamu tuh………huuuuuuw” Kembali mencubit perutnya.

“Hehehe, eh sana ganti baju dulu gih. Masuk angin aja kamu nanti……” Katanya kalem mencoba perhatian.

“Iya bawel…….”

Aku pun lalu segera menuju kamar yg ditunjukan Bimo untuk mengganti pakaianku dengan yg telah aku bawa. Dan entah kenapa aku masih senyum-senyum sendiri karena masih membayangkan senyum Bimo ketika kami bertemu pagi ini.

“Udah ya Bim gue pamit dulu nih. Mau bantuin Kara beresin rumah………” Kataku.

“Yaudah Rin, salam ya buat Kara. Kalo sempet nanti malem mampir, lumayan loh makan gratis” Jawabnya bercanda.

“Hiiiih dasar ngeselin……….” Jawabku dengan raut muka yg kesal bercanda


 
“Karrrrr, gue berangkat dulu ya” Kataku pada Kara usai berdandan untuk mendatangi rumah Bimo malam ini.

“Dianter ga Rin? Kalo mau sekalian tuh Mas Aji juga mau keluar ko” Tawar Kara.

“Gausah ko Kar, deket ini, lagian juga kan ga searah. Eh lo ga ikut sekalian?” Tanyaku.

“Ga deh Rin, takut keinget masa lalu hihi udah sana gih berangkat, kasian tuh pacar lo nanti nungguin” Jawabnya menggodaku.

“Yeeee dasar, yaudah gue pergi dulu ya Kar”

Untung saja jarak rumah Bimo tidak terlalu jauh, sehingga aku pun berani saja berangkat seorang diri tanpa perlu menerima tawaran Kara untuk diantar Mas Aji. Lagipula malam ini cuaca cukup cerah, bulatnya bulan purnama pun terlihat cukup menerangi jalanan setapak desa ini. Meskipun begitu, jujur saja aku masih belum terlalu pede dan terbiasa dengan kondisi tubuhku sekarang, dengan dadaku yg semakin besar membusung. Dadaku sampai terasa sesak dibuatnya karena bh yg biasa aku pakai rasanya sudah tidak mampu lagi menampung seluruh payudaraku. Apalagi saat berjalan kaki seperti ini, saking kencangnya dadaku, kedua payudaraku menjadi terasa semakin memantul-mantul seiring dengan langkah kakiku. Kalian bisa bayangkan kencangnya, jika sebelumnya seperti balon yg penuh berisi air, sekarang seperti ditambah dengan tangan yg memeras hendak memecahkan balon air tersebut. Sangat kencang!

Namun rupanya aku tidak berjalan seorang diri, di ujung jalan aku melihat ada segerombolan pria yg sedang beristirahat di depan warung kecil yg ada. Kuketahui kalau mereka adalah para pekerja proyek pengaspalan jalan yg memang sedang mengerjakan jalanan desaku ini. Mereka pun serempak mengalihkan pandangannya ke arahku sesaat aku mulai melewati warung tersebut. Dan benar saja, siulan-siulan catcalling pun berlomba menggodaku yg sedang berjalan seorang diri ini.

“Suitttt suittttt, mau kemana Mba ko sendiri aja……”

“Dianterin yuk…….”

“Dibonceng di depan juga boleh…….”

Begitulah gaya kampungan mereka yg terus menggodaku, aku pun tetap berusaha cuek dan mempercepat langkahku untuk menjauhi mereka. Namun perhatianku sedikit tertuju pada seorang pria yg tampak berbadan lebih besar dari para pria-pria yg ada disana. Dia hanya diam duduk di sepeda motor yg terparkir, tidak ikut menggodaku, namun tangannya terlihat mengelus-elus selangkangannya sambil matanya seakan menikmati tubuhku dari kepala sampai ujung kakiku. Dasar cowo kampungan, batinku.

Tidak lama, sampailah aku ke rumah Bimo. Rupanya acara sudah selesai karena memang hanya membagi-bagi nasi kotak pada tetangga dan warga sekitar. Bimo terlihat membereskan meja yg ada di depan teras rumahnya ketika aku sampai.

“Dorrrrrrr………….” Aku mengagetkan Bimo dengan mencubit pinggulnya dari belakang.

“Eh kamu Rin, ngapain malem-malem kesini” Tanyanya menggodaku.

“Tuh kan sumpah ya ngeselin bangetttt, katanya suruh kesini huuuuu…….eh ko sepi, Bapak Ibu mana Bim”

“Oh baru aja berangkat mereka, jenguk Bude masuk rumah sakit, paling besok baru pulang. Kenapa sih nyariin mereka, cari yg udah ada aja kek” Jelasnya bercanda.

“Yeee dasar……minta minum dong Bim, haus nih jalan kaki” Pintaku manyun.

“Yaudah yuk, sekalian ke dalem aja. Di luar banyak nyamuk loh” Ajaknya.

Aku menunggu di ruang tamu rumahnya sembari Bimo membuatkanku segelas teh hangat. Tidak lama dia kembali dan sudah mengganti pakaiannya dengan yg lebih santai, dengan kaos oblong dan celana training pendek khas kesatuannya yg semakin menunjukan tubuhnya yg atletis malam ini. Dengan ditemani televisi yg tetap menyala, tak terasa obrolan kami terus berlanjut sampai hampir tengah malam. Aku sempat sedikit bercerita tentang masalahku ketika dia menanyakan kabar suamiku Mas Bayu dan aku juga menanyakan tentang dia yg sempat berhubungan dengan Kara. Bimo menjelaskan kalau memang waktu itu benar-benar kejadian tak terduga, kebetulan dia pun sedang dapat ijin cuti. Maklum saja, namanya juga terlalu lama menghabiskan waktu untuk latihan keluar masuk hutan, sekalinya ke kota ya tentu mencari pelampiasan, jelasnya.

Berhubung sudah larut malam, aku berencana untuk pamit pulang kembali ke rumah Kara. Namun baru saja Bimo mengantarku sampai depan rumahnya, tiba-tiba saja hujan turus begitu derasnya. Bimo menawarkan untuk mengantarku ke rumah dengan payung, namun aku pikir lebih baik menunggu sampai sedikit reda karena toh sudah terlanjur malam juga dan biasanya kalau hujannya deras maka mungkin lebih cepat reda. Kami pun kembali ke posisi duduk kami di dalam ruang tamu, namun baru saja Bimo merebahkan tubuhnya di kursi perhatianku langsung tertuju pada sebuah benda hitam yg menjulur keluar sejajar dengan pahanya dari celah celana pendek yg ia kenakan.

“Eh……….Bim………..itu apa……………” Kataku sedikit gagap.

“Loh…….eh sorry Rin………”

“Tau aja dia ada cewe cantik hehehe” Lanjutnya sambil membetulkan celana dan menarik daging hitam yg menjulur itu masuk ke dalam celananya.


[​IMG]
Bimo…….gede banget, batinku. Obrolan kami menjadi sedikit canggung karena kejadian tersebut. Aku tidak menyangka kalau baru saja sempat melihat kemaluan Bimo yg ternyata sebesar itu, sesuai dengan yg dikatakan Kara sebelumnya. Bahkan mungkin lebih besar dari milik Mas Aji yg sempat aku liha saat mengintip Kara. Ujung penisnya saja sudah sebesar bola kasti.

Sekilas aku membayangkan seberapa besar seluruh penisnya, apakah sanggup aku menangani penis sebesar itu. Aku mulai teringat dengan perkataan Kara tadi sebelum aku berangkat, apakah mungkin aku melakukannya dengan Bimo. Membalas Mas Bayu? Ya! Mas Bayu yg sudah tega berkata demikan padaku, yg menyia-nyiakan cintaku yg tulus. Cinta satu malam dengan Bimo, ya, mungkin bisa sedikit meredakan hatiku yg masih dongkol ini.

“Emang kamu nafsu Bim sama aku? Ko sampe nongol gitu dedeknya” Kataku mulai menggoda Bimo dengan menyebut penisnya sama seperti aku menyebut penis milik Mas Bayu.

“Eh kepo banget sih Rin kamu. Ya wajar lah, apalagi kamu sekarang beda sama yg dulu, cantik kamu Rin” Jawabnya kalem.

“Kalo cantik kenapa ga dari dulu aja kamu deketin aku hayoo. Malah keluyuran terus kamu tuh”

“Yah kan kamu dulu lama di kota, jadi mana sempet ketemu kan. Yaudah lah lagian kamu juga udah punya suami Rin, aku juga punya kehidupan sendiri. Terus sekarang aku bisa apa emang………” Jelasnya lagi.

“Serius banget sih Mas jawabnya, kaya lagi ujian aja hahaha” Candaku mencairkan suasana.

Bimo hanya tersenyum kecut memandangiku, seperti kesal, namun tetap dengan senyum manisnya. Tawaku pun mulai mereda ketika sadar Bimo memandangku dalam-dalam, seperti ada yg ingin dia sampaikan.

“Rin………..” Kata Bimo.

Rupanya Bimo langsung mendekatkan tubuhnya ke arahku, entah ada setan apa bibir kami sekarang sudah dalam keadaan saling menempel. Perlahan Bimo memagut bibirku mesra, lidahnya sesekali mencolek lidahku seakan mengajak berduel. Aku yg sudah tidak bisa berpikir jernih dengan serangan dadakan ini memutuskan untuk menikmati saja apa yg dilakukan Bimo padaku. Aku mulai membalas pagutan Bimo, membiarkan lidahnya melilit lidahku, mengaduk-aduk dengan liurnya yg sedikit berasa manis tidak seperti Mas Bayu yg pekat dengan aroma tembakaunya.

“Bim, di kamar aja…………” Pintaku dengan bibir yg tetap dalam pagutannya.

“Hah, mau ngapain emang? Ko pake ke kamar?” Sanggahnya berpura-pura polos menggodaku usai melepas pagutannya.

“Iiiiiiiiiiiih sumpah ya kamu tuh ngeselin banget! Tau ah, udah aku mau pulang aja!” Jawabku kesal bercamput kecut dengan mendorong dada Bimo menjauh dariku.

“Kkyyyyaaaaaaaaaaaaaa! Bim ih!” Jeritku kecil ketika tiba-tiba Bimo menggendongku dalam dekapannya.

Pintar sekali memang dia mengaduk-aduk emosiku saat ini, seperti memaksaku masuk dalam alur permainannya. Namun aku justru sangat merasa nyaman dalam dekapan Bimo saat ini, memandangi wajahnya, senyumnya, dengan tanganku yg merangkul lehernya dan menyenderkan kepala di pundaknya. Kamu mesra banget Bim, batinku gembira.

Kembali Bimo mulai memagut bibirku sesaat ia merebahkan tubuhku di kasur yg tentu akan menjadi arena peraduan kami malam ini. Aku pun mulai terlena dengan perlakuan Bimo kepadaku yg amat sangat lembut, seperti memperlakukanku layaknya permaisurinya malam ini.

“Aaaaaaaaah, Bim……..” Desahku ketika Bimo mulai melancarkan serangan kecupannya turun ke bagian leher dan tengkukku.

“Kamu wangi banget Rin…” Pujinya di sela kecupan bibirnya.

Tanganku yg semula merangkul lehernya pun sudah berpindah ke bagian pinggul, mengarahkan tubuhnya untuk berada di antara kedua pahaku. Begitu perlahan tapi pasti tempo permainan Bimo malam ini, seakan sudah mengerti dengan apa yg aku maksudkan.

Puas merangsangku di bagian leher, kecupannya mulai dia arahkan ke bagian dadaku. Aku pun mengerti dan mulai membuka seluruh kancing baju blouseku dan juga kait bh yg aku kenakan. Dia terlihat tertegun sumringah ketika melihat bongkahan daging kembar payudaraku yg tidak berubah bentuknya ketika bhku sudah terlepas.

“Waaaw Rin, beruntung banget yah suamimu……..” Katanya saat memandangi bentuk dadaku.

Aku yg sudah dalam keadaan memburu rangsangannya pun hanya diam kembali menarik lehernya untuk melanjutkan kecupannya di area dadaku. Namun rupanya Bimo seperti sedang mengerjaiku dengan alur permainannya sendiri. Lidahnya sudah berselancar menjelajahi seluruh permukaan payudaraku, namun sengaja ia melewatkan bagian puting yg justru merupakan titik rangsanganku.

“Kenapa sih ko bete gitu mukanya” Tanya Bimo menggodaku.

“Ngeselin bangetttttttt” Kataku yg diikuti tawa kecil kami berdua.

“Awwwwh Bim…ssssssss….aaaaaah……..Bimmmmm” Racauku sesaat setelah bibir Bimo mendarat di ujung putingku.

Bimo tidak menghiraukan desahanku dan tetap melanjutkan menyedot kedua putingku bergantian membuatku mengerang-erang tak karuan saat titik lemahku mendapat rangsangan bertubi-tubi seperti ini. Jemari Bimo mulai menarik turun resletingku, aku pun tanggap dengan sedikit mengangkat pinggulku untuk mempermudah usahanya meloloskan celana panjangku ini. Aku tentu tak mau kalah, Bimo sejenak menghentikan aksinya di putingku saat aku menarik lepas kaos oblongnya. Seperti ada sensasi tersendiri ketika jemariku menelusur dadanya yg begitu bidang dan juga lekuk otot tangannya yg begitu kokoh menopang saat menopang tubuhnya. Jemariku seakan tak bisa berhenti menggarisi lekukan-lekukan ototnya mulai dari perut sampai ke bagian bawah pusarnya, menggoda Bimo di area pangkal pahanya yg terasa sedikit mengurat.

Dia kembali tersenyum dan kemudian tubuhnya untuk berdiri tepat di sebelahku yg sudah dalam keadaan telanjang bulat. Dan benar saja dugaanku, Bimo mulai melonggarkan celananya yg langsung mempertontonkan penisnya yg menggantung besar tepat dihadapanku. Sungguh luar biasa ukuran penis yg dimiliki Bimo, dalam keadaan belum menegang sepenuhnya saja ukurannya hampir tiga kali lipat penis Mas Bayu saat dalam ereksi maksimal. Belum lagi urat-urat sebesar cacing tanah yg saling menjulur dari pangkal sampai ujung mengelilingi di sekujur batang penisnya. Bentuknya pun sungguh istimewa menurutku, betul-betul lurus tegak sempurna.

Dengan posenya yg gagah dan penisnya yg mengangguk-angguk di hadapanku, dia kemudian memposisikan tubuhnya mengangkangiku di bagian dada, mensejajarkan penisnya diantara kedua payudaraku. Aroma kejantanannya langsung menyeruak menusuk hidungku saat ujung penisnya sudah sampai terjulur ke bagian wajahku. Dalam keadaan sedekat ini betul-betul membuatku bergidik memandangi ujung kepala penisnya yg begitu kekar. Namun semakin aku memperhatikan penis itu, aku justru semakin kagum pada Bimo yg memandangi ekspresi mukaku dengan bangga akan penisnya.
[​IMG]
“Basahin dulu dong Rin…….” Kata Bimo.

Tanpa pikir panjang aku langsung memasukan kepala penis itu ke dalam mulutku setelah sebelumnya mengecup cairan precum yg sudah ada di ujungnya. Rasanya asin, tapi begitu menggairahkan bagiku yg baru mencicipi cairan bening tersebut.

“Juuuuh…….. ga muat Bim, gila gede banget” Kataku dengan melumuri penisnya usai kuludahi.

“Iya pelan-pelan aja, nafsu banget sih kamu hehehe” Katanya menggoda.

Dengan muka sewot aku melanjutkan kulumanku pada penis besarnya tersebut. Berkali-kali aku mencoba membuka mulutku lebar-lebar untuk memasukan penisnya lebih dalam, namun apa daya, hanya sebatas kepala penisnya saja yg muat masuk ke dalam mulutku. Aku mulai merasakan pegal di bagian rahangku yg kupaksa membuka maksimal.

Seakan mengerti aku yg tengah kewalahan mengoral penisnya, dia pun menyudahi dan merubah posisinya sehingga sudah berada di jepitan kedua pahaku, mengarahkan penisnya tepat di vaginaku yg sudah teramat sangat becek dibanjiri dengan cairan pelumas yg keluar dengan sendirinya.

“Bim……ssssss….aaaaah…….pelan ya” Bisikku pada Bimo yg mulai menggesek-gesekan klitorisku dengan urat-urat yg bergelonjang di sekujur batang penisnya.

“Iya tenang aja, nanti juga enak ko” Jawabnya meyakinkan.

Namun berkali-kali dia mencoba menerobos lubang vaginaku, penisnya selalu meleset. Aku perhatikan penisnya sampai berkelok-kelok saat berusaha menerobos dinding pertahanan vaginaku yg tentu belum terbiasa dan tidak sepadan dengan ukuran penis supernya. Aku pun mulai khawatir bagaimana rasanya saat penis Bimo berhasil membobol masuk ke dalam tubuhku.

“Kayanya kurang basah deh……………” Katanya dengan langsung meringkukan tubuhnya ke tengah pahaku.

“Kurang basah gimana Bi…….AAAAAAH BIMMMMM!” Jeritku seketika saat sebuah benda licin yg hangat mendarat di vaginaku.

“SSSSSSHH…..BIM!.......AAAAHHH…..KAMU APAINNNNN” Racauku menikmati lidah Bimo yg mulai menari-nari merangsang klitorisku.

Begitu pintar Bimo menemukan titik rangsangku. Aku menjadi semakin tak berdaya ketika tanganku sudah dalam genggamannya, membuatku terpaksa pasrah menahan geli yg begitu hebat merangsangku ketika pertama kali merasakan sebuah lidah menjilati vaginaku yg tidak pernah kurasakan sebelumnya saat bersama Mas Bayu.

“Keset banget Rin, bersih memekmu…….” Puji Bimo di sela-sela jilatan lidahnya.

“Hhhiyaaaa Bimmmm tapi kan kooootooorrrrrr….sssssss…..aaaahss”

“Kotor gimana, enak gini ko. Kalo ini kotor juga ga……..” Tanya Bimo yg langsung kembali mengarahkan lidahnya.

“OOOOUH! BIMMMMM!!!!” Jeritku saat Bimo meninggikan pinggulku dengan topangan tangannya.

Rupanya bukan lagi vaginaku yg menjadi sasaran jilatan lidahnya, melainkan lubang anusku! Seperti tidak ada sedikitpun rasa jijik, lidah Bimo seakan menusuk-nusuk duburku dan sesekali menyedotnya. Kedua pahaku yg terbuka lebar membuatnya makin leluasa menjilati seluruh permukaan di sekitar vagina dan juga anusku.

Tidak lama aku mulai merasakan setruman-setruman hangat di sekitar pangkal pahaku yg lama-lama berubah menjadi sebuah kedutan kecil yg persis kurasakan saat aku sedang kencing. Rupanya Bimo juga memperhatikan pinggulku yg berkedut itu, dia pun langsung mempercepat gerakan lidahnya yg lincah menyentil-nyentil klitorisku yg makin memerah.

“Bim………sssssh…..aaaaah……kamu apain ituuuu…..aaaaah” Racauku sambil meremas rambutnya tanpa sedikitpun ia hiraukan.

“BIMMMM TAHAN DULU! BIMMMMM! BIMMMMM!”

SERRRRRRRRRRRRR…………..SERRRRRRRRR…………SERRRRRRRRRRRR

“AAAAAAGGGHHHHHHH! BIMMMMMMMMMMMMM!” Jeritku meremas sprei kasur peraduan kami.

Rupanya aku baru saja merasakan orgasme. Orgasme terhebat yg pernah kurasakan. Tubuhku mengejang dan bergetar hebat, mataku seperti berputar sampai tinggal menunjukan bagian putihnya saja. Bimo pun tidak tinggal diam melihatku yg baru saja mencapai puncak orgasme, dia menyeruput habis cairan cinta yg baru saja menyembur dari dalam vaginaku.

“Sluuuuuurp….sluuurp……gurih banget Rin hehehe” Kata Bimo bangga.

“Hufff….huuuufff….Bim…..tahan dulu….aku ga kuat Bim…….huuuuh….huuuuuuh” Jawabku menarik nafas.

Memang bukan Bimo namanya kalau tidak pandai mempermainkan emosiku. Tanpa menjawab sepatah kata pun, dia hanya tersenyum puas melihatku yg masih menikmati orgasmeku dan kembali menaikan tubuhnya, memposisikannya seperti saat dia hendak melakukan penetrasi penisnya ke dalam vaginaku sebelumnya.

“Bimmmmm……tahan dulu dong……sabarrrr…..huuuuh…..huuuh” Pintaku memelas.

“Iya Rin iya….tahan ya………..” Jawabnya dengan menertawai kecil ekspresi orgasmeku.

Tanpa aba-aba, dengan sekuat tenaga dia kembali mencoba menusuk vaginaku dengan penis besarnya. Raut mukanya terlihat meringis ganas seakan sudah tidak memberi ampun lagi. Dan benar saja, setelah memperkuat dorongannya………….

JLEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEB!

“AAAAAAAAARGGGGH! BIMOOOOOOOOOOOOO!” Teriakku sejadinya dengan memeluk erat Bimo menahan rasa sakit yg begitu hebat.

Untungnya saja kali ini dia sedikit pengertian dengan memberi waktu agar vaginaku bisa beradaptasi menerima penis yg ukurannya jelas berkali lipat lebih besar daripada penis yg biasa masuk ke dalamnya. Aku merasa vaginaku secara otomatis mulai mengucurkan cairan pelumasnya lagi agar bisa lebih lentur menerima penis besar Bimo. Sambil menunggu, Bimo kembali mencium lembut bibirku seolah membuat malam ini begitu mesra bagi kami berdua.

“Rapet banget Rin, sampe ngilu aku….” Bisiknya antara memuju dan menggoda.

“Punya kamu Bim kegedean, sampe mentok gitu tau”

“Mentok gimana sih Rin kan baru setengah aja yg masuk, tuh liat aja…..”

Rupanya memang benar, saat Bimo sedikit mengangkat tubuhnya aku bisa melihat langsung penisnya yg terparkir sempurna menancap tegak di vaginaku. Penisnya yg terasa memenuhi vaginaku rupanya baru setengahnya saja yg terbenam. Baru setengah aja rasanya gini gimana kalo masuk semua ya, batinku dengan sekilas membayangkan Kara saat bersetubuh dengan Mas Aji.

“Aku lanjutin ya…..” Bisik Bimo lagi.

“Tapi pelan ya Bim, biar agak lemes dulu pinggulku” Pintaku dengan nada memelas.

Perlahan Bimo mulai menarik sedikit penisnya dan kembali mendorongnya masuk, begitu terus sampai akhirnya aku merasakan dia mulai mempercepat ritme keluar masuk penisnya di vaginaku. Rasanya? Dengan kata-kata pun rasanya sulit aku ceritakan, penis Bimo sungguh luar biasa, urat-uratnya yg mengeras, bonggol kepala penisnya, begitu terasa menggaruk dinding vaginaku yg sebelumnya belum pernah terjangkau oleh penis Mas Bayu. Vaginaku terasa sesak sekali, rasanya seperti begitu mencengkram penisnya, terlihat dari labiaku yg ikut tertarik saat Bimo menarik penisnya dan begitu pula saat dia kembali mendorongnya.

Perlahan tapi pasti, mungkin itu lah yg bisa menggambarkan persetubuhanku dengan Bimo sekarang. Teman masa kecilku, seorang prajurit berpenis besar, yg berhasil membuatku menaruh hati kepadanya. Menaruh hati? Hmmm, jujur aku belum begitu yakin, aku hanya teringat pesan Kara. Ya, one night stand, hubungan cinta satu malam. Mungkin itu lebih cocok menyebut malamku saat ini bersama Bimo.

PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…PLAK…

“Ouuh Bim…Aaaaah pelannnn….ah…ah….ah….ah…..aaaaah!” Racauku mulai menikmati goyangan Bimo.

“Udah….masuk…..semua….Rin…..” Jawab Bimo terputus-putus sambil tetap menggoyangkan pinggulnya.

“Hiiiiyaaaa Bimmmmm….kamu hebattttt……aaaaaah….ssss….aaaaah……..terusin Bim…..agak ceeee….peettttt!”

Seperti kuda yg baru saja dipecut, mendengar permintaanku saat meracau barusan membuat Bimo semakin mempercepat goyangannya. Bimo sudah tidak mempedulikan lagi decit kasur yg bergoyang, dia sudah dikuasai nafsu, keringat sebesar butiran jagung kulihat mulai meluncur dari jambang ke dagunya.

CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK… CEPLAK…

“Rapetttt banget Rinnnnnn…….kaya perawan!” Desah Bimo.

“Terus Bimmmmm uuuuuugh…..ssssssh……uuuuuwgh! Enak bangettttttt!”

“Iya Rin! Tapi sussssaaaah…..” Lanjutnya berusaha menjaga tempo goyangannya.

Tidak lama, pinggulku kembali mulai berkedut menandakan orgasmeku yg hampir datang sebentar lagi. Untungnya Bimo masih sanggup menjaga temponya, sehingga aku bisa memperkirakan datangnya orgasmeku.

“Bimmmm….uuugh….dikit laaaagi…..akuuu…..sampeeeeee” Rintihku dengan tubuh yg bergoyang-goyang.

“Baaareng Rin…..aku jugaaaa…..udah ga kuattttt” Sahutnya.

PLAK…CPLAK… PLAK…CPLAK… PLAK…CPLAK… PLAK…CPLAK… PLAK…CPLAK… PLAK…CPLAK…

“BIMMMMMMMMMM!!!!” Tubuhku mengejang hebat saat kembali mencapai orgasmeku yg kedua.

“HHHHOSSSH….HHHHHHIYAAAAA RINNNNN!!” Sambung Bimo yg rupanya juga mencapai puncak orgasmenya.

SERRRRRRRRRRRRR…………..SERRRRRRRRR…………SERRRRRRRRRRRR

Berkali-kali tubuhku bergetar, seluruh persendian tulangku seakan mau lepas saat mencapai orgasmeku yg kedua ini. Tubuhku serasa mengencang sangat kuat, dadaku sudah melenting hebat! Aku sudah tidak lagi mempedulikan ekspresi orgasmeku di depan Bimo, yg aku rasakan hanyalah rasa nikmat yg memenuhi ubun-ubun kepalaku.

Bimo yg sudah mencabut penisnya kemudian mendekatkannya ke mulutku dengan tetap mengocoknya dengan tangan. Penisnya sudah siap hendak menembakan seluruh muatannya ke dalam mulutku, namun Bimo tetap memberiku waktu untuk menikmati seluruh orgasmeku sampai tuntas. Namun rupanya reaksi tubuhku atas orgasme yg baru saja kudapat belum berhenti sampai disitu. Rasanya tubuhku semakin mengejang lebih hebat dari sebelumnya, tiba-tiba munculah sebuah getaran baru yg merambat dari kaki sampai berpusat ke bagian dadaku. Putingku terlihat mengacung keras, dan……………………….

CRAAAAAAAAAAAAAAAATZZZZZZZZZZZ!!

“OUUUUUUUUUGGGGGGH BIMMM!” Kembali aku menjerit, namun kali ini dengan ekspresi kebingungan.

“Loh Rin! Keee…..kenapaaaa….kamuuuu…...” Bimo juga terlihat heran saat melihatku.

Entah apa yg terjadi pada tubuhku, namun memang benar-benar aneh. Orgasme yg kurasakan barusan seperti mengaktifkan seluruh fungsi kewanitaanku. Payudaraku, baru saja memuncratkan air asi! Ya, asi! Dengan begitu kuatnya sampai mengenai wajah Bimo.

“BIMMMMM KENAPA INIIIII” Racauku heran.

Bimo yg terheran-heran melihatku langsung segera mendekatkan penisnya ke mulutku yg sudah kubuka lebar siap menerima sperma yg memang sudah berada di ujung penisnya.

CROT…CROT……………..CROT……CROT…....CROT…………CROT………CROT

“Oooooh Rin, lega banget………” Lenguhnya sambil terus mengurut penisnya.

Sperma Bimo, mengingatkanku pada Kara dan Mas Aji pada malam itu. Hanya saja, sepertinya lebih banyak Bimo. Mulutku sekarang sudah terpenuhi dengan spermanya, bahkan sampai meluber dan cukup banyak sperma yg muncrat mengenai pipi, mata, sampai rambutku. Bimo seperti baru membuatku mandi dengan seluruh spermanya.

Usai persetubuhan yg hebat ini, Bimo langsung ambruk di sebelahku dan menarikku dalam dekapannya. Sedangkan aku? Masih disibukan dengan seluruh spermanya yg berceceran di wajah dan rambutku. Usai menelan habis spermanya yg tertampung di mulutku, aku masih harus membersihkan sperma-sperma lain dengan jariku dan kemudian mengecapnya di mulutku. Entah bagaimana aku bisa dengan santai bertingkah senakal ini.

“Kamu lagi hamil Rin? Ko asi kamu sampe keluar gitu sih” Tanya Bimo dengan nafas yg belum kembali normal.

“Gatau juga Bim, tapi yg jelas aku ga lagi hamil ko. Apa mungkin efek kelamaan ga berhubungan yah…..” Jawabku yg juga belum tau pasti penyebabnya.

“Tuh Rin, masih keluar loh. Ajaib banget……” Kata Bimo saat mencoba meremas payudaraku.

“Udah ih! Malah dipencet-pencet kamu tuh ih………….”Omelku padanya.

“Hehehe sempurna banget kamu Rin, tadi seksi banget, terus…………nakal” Bisiknya perlahan menggoda di telingaku.

“Masa sih Bim, aku kira bakal sakit banget loh soalnya punya kamu segede itu. Eh ternyata, bisa juga masuk….”

“Masuk sih masuk, tapi mbok ya jangan diremes to burungku. Ngilu banget tau Rin, kaya ada tangan yg ngurut tau ga” Jelasnya.

“Ya gimana, baru juga kamu Bim…..cowo lain yg tidur sama aku selain suamiku…..udah gitu, gede banget lagi……biking merinding tau ga” Jawabku kemudian menggeser kepalaku bersandar di dadanya agar lebih romantis.

“Hehe gede tapi enak kan…….makasih ya Rin…….Cup!” Kecup Bimo di keningku.

“Iya Bim, kalo balik lagi…..kabarin ya”